Pendaratan yang baik menandakan bahwa misi penyelamatan mereka pun dimulai. Danny menyuruh para anggotanya untuk membawa senjata masing-masing dan mempersiapkan diri mereka karena sebentar lagi mereka akan keluar dari pesawat.
“Tapi kenapa kita harus bawa senjata segala?” tanya Jazztin kebingungan. Meskipun begitu, Jazztin tetap mengambil beberapa senjata dan mempersiapkannya sesuai perintah Danny.
Danny menoleh ke arahnya. “Karena kita ga tahu apa aja yang ada di planet ini,” jawabnya dengan tenang. Setelah mengatakannya, Danny pun bergerak mengecek teman-temannya yang lain.
“Kok ngeri sih,” komentar Jazztin setengah berguman. Tubuhnya sampai bergidik ngeri, membayangkan makhluk-makhluk aneh mungkin hidup di planet ini dan tentu saja mereka sudah pasti bukanlah orang seperti para astronot.
Ketakutannya berhasil membuat tubuhnya mematung. Tiba-tiba, secara mengejutkan, Haru mengambil helm Jazztin dan memakaikannya di kepala kembarannya itu. Jazztin mengangkat kepalanya, menatap kembarannya itu dengan cemas. “Lo ga bakal ninggalin gue, kan?”
Di balik helmnya, terlihat Haru tersenyum. “Ga bakal. Udah gue bilang, gue bakal ada di belakang lo. Jadi ga usah khawatir.” Dia memukul helm Jazztin pelan setelah kembarannya itu selesai memakai perlengkapannya.
Setelah mempersiapkan segalanya, Danny kembali mengumpulkan para anggotanya sebelum melaksanakan tugas mereka. “Oke, guys. Jadi misi penyelamatan ini akan dimulai. Kita harus inget bahwa misi penyelamatan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam. Fokus utama misi kita adalah mencari keberadaan Alcio dan Kyle lalu membawa mereka pulang. Sebelum 24 jam kita harus udah balik ke pesawat ini lagi? Bisa dimengerti?”
“Siap, kapten!” jawab para anggota lain dengan kompak.
“Untuk cari Cio sama Kyle, gue bakal bagi jadi tiga tim.” Danny pun mulai membagi tim sesuai peranan masing-masing anggota. “Jun, David, John sama Sam bergabung jadi Tim Satu. Arthur, Kevin sama Jazztin di Tim Dua. Terakhir, gue, Jaden sama Haru di Tim Tiga.”
Jazztin yang mengetahui bahwa dia dipisah dengan saudara kembaranya itu pun langsung protes. “Kok gue sama Haru dipisah?”
Semua orang langsung menoleh ke arah Jazztin. Haru menjadi tidak enak, terlebih lagi tatapan Danny yang perlahan menegas. Dia memukul lengan Jazztin dan mengomelinya. “Biar kita bisa nemuin Bang Cio sama Bang Kyle lebih gampang. Bisa ga sih lo dengerin kata kapten aja?”
Sayangnya, Jazztin terus saja protes. “Ga bisa. Katanya lo bakal ada di belakang gue terus.” Dia menoleh ke arah Danny, berharap Danny mengubah pembagian tim namun yang ada dia malah menemukan tatapan tajam kaptennya itu. Hingga mau tak mau, Jazztin menerimanya. “Ya udah, iya.”
Setelah tidak ada yang protes, Danny pun kembali berbicara dan memberikan arahan dengan jelas pada anggotanya. “Tim Satu bergerak duluan ke sebelah selatan. Tim Dua ke sebelah barat. Gue sama Tim Tiga ke sebelah timur.”
“Dan inget, selalu perhatiin level oksigen kalian di status pakaian. Jangan sampai kalian kehabisan oksigen. Kalo oksigen kalian udah mau habis, segera pergi ke Pangkalan Riset TASA, letaknya ga jauh dari sini. Dan jangan pernah matiin sistem komunikasi kalian,” perintah Danny pada kesembilan anggota lainnya.
“Siap, Kapten.”
Begitu arahan dari kapten mereka dapat diterima, mereka pun berkumpul di belakang pintu pesawat dan bersiap keluar. Haru menepuk pundak Jazztin yang terlihat lesu dan cemas. “Ga bakal kenapa-napa, nyet. Ada Bang Arthur sama Bang Kevin, jadi lo ga bakal kenapa-napa. Kalo mereka udah ketemu, kita pasti bakal bareng lagi,” ujarnya berusaha menyakinkan kembarannya itu.
Jazztin menghela pelan. Dia menatap Haru dan mengangguk, mencoba mengiyakannya meskipun dengan berat hati. Dia ingat bahwa bagaimanapun dia tidak boleh egois karena misi ini juga untuk kepentingan bersama bukan hanya untuk dirinya dan kembarannya.
Dikarenakan pendaratan darurat yang mereka lalui sebelumnya, hal itu berimbas pada sistem pintu pesawat yang kesulitan dibuka. Jaden melapor pada Danny. “Pintunya ga bisa dibuka. Kayaknya harus didobrak.”
“Tapi kalo sampai rusak terus ga bisa ditutup lagi gimana?” tanya Sam khawatir.
“Kita coba dulu dobrak pintunya,” titah Danny. Jun dan John yang dinilai memiliki kekuatan tubuh yang paling besar diantara teman-temannya pun mencoba mendobrak pintu bersamaan, menggabungkan kekuatan mereka.
Pintu pesawat pun terbuka. Sebelum keluar, Danny yang memimpin Jikjin team menghubungi ruang kendali dan memberikan laporan pada mereka yang ada di bumi. “Jikjin Team siap melaksanakan misi penyelamatan.”
Begitu mengijakkan kaki mereka ke luar, tubuh mereka terasa lebih ringan dibandingkan berada di bumi karena tidak ada gravitasi disana. Jun keluar terakhir dan menutup pintu pesawat dari dalam. Dia merasa ada yang aneh dengan pintunya. “Ah.. Gue harap nih pintu ga kenapa-napa.”
Bergabungnya Jun dengan anggota tim lainnya, mereka pun mulai bergerak. Sesuai arahan Danny sebelumnya, mereka pun langsung berpisah menjadi tiga tim dan pergi ke arah yang sesuai dengan pembagian.
Di Tim Satu, Jun lah yang memimpin karena dia juga biasa menjadi ketua kedua setelah Danny. Mereka mencari keberadaan Alcio dan Kyle dengan menggunakan bantuan jejak sinyal yang ditinggalkan oleh keduanya.
Tiba-tiba, John yang sudah berjalan di depan menghentikan langkahnya. “Bang..”
Para anggota lainnya ikut memelankan langkah mereka dan saling bertatapan dengan kebingungan. Jun bergegas menyusul John untuk mencari tahu apa yang membuat John cukup terkejut seperti itu. “Kenapa?”
Jun, David dan Sam ikut menoleh ke arah yang dilihat oleh John dan sama terkejut sepertinya begitu menemukan pesawat Ace Team yang terlihat mengalami kerusakan parah. Sebelah sayapnya hancur dan bagian belakangnya terlihat seperti bekas terbakar. Bahkan mereka masih dapat melihat percikan-percikan listrik yang ditimbulkan oleh kabel sistem yang keluar dari badan pesawat.
Lantas bagaimana nasib Alcio dan Kyle?
Sebelum memeriksa masuk ke dalam, Jun memberikan laporan pada Danny melalui alat komunikasi di pakaian mereka. “Lapor, Kapten. Kita nemuin pesawat Cio dan Kyle, menunggu perintah.”
[Periksa ke dalam. Kita nyusul kesana,] balas Danny di seberang sana.
“Siap, Kapten.” Setelah menerima perintah dari kapten mereka, Jun memberi isyarat pada ketiga anggota tim lainnya untuk bergerak maju. Jun membagi Sam dan John berjaga dari arah depan, sedangkan dirinya dan David berjaga dari arah belakang.
Dengan mengangkat senjata mereka, sebagai upaya penjagaan, mereka pun memeriksa ke dalam pesawat tersebut. Kondisi di dalam pesawat cukup gelap dan tercium bau listrik yang terbakar. Mereka hanya menggunakan senter di senjata mereka sebagai pencahayaan.
Tiba-tiba, dari kegelapan, seseorang menyerang David. Anggota tim lainnya dikejutkan dengan David yang berteriak dari belakang. “Argh!”
“David!”
Serangan tersebut tidak sengaja membuat sistem komunikasi mereka terputus dan menghilangkan sinyal mereka. Danny bersama dengan tim lainnya pun keheranan. Ia berusaha menghubungi Jun.
“Jun? Tim Satu? Tim Satu! Jawab gue!” teriak Danny, namun sayangnya tidak ada sahutan dari mereka. Hal itu pun membuat Danny khawatir, tentu saja.
“Sinyal mereka hilang,” celetuk Jaden yang berdiri di sebelah Danny.
“Ayo bergegas ke sana,” ajak Danny bergerak mendahului dua rekannya itu. Jaden dan Haru pun mengikuti Danny di belakang, masih dengan berjaga-jaga dengan senjata mereka. Mereka tidak boleh lengah sedikitpun.
Tim dua dan tim tiga akhirnya berkumpul di titik lokasi tim dua ditinggalkan sebelum akhirnya sinyal menghilang. Tim tiga menghampiri tim dua yang sampai di titik lokasi lebih dulu. Mereka mencari kesana kemari namun tak menemukan adanya jejak yang ditinggalkan oleh tim satu.
“Tim satu dimana?” tanya Danny langsung bertanya pada tim dua begitu mereka berkumpul. Sayangnya, tiga orang dari tim dua sama-sama menggelengkan kepala mereka.
“Kayaknya mereka udah masuk ke dalem pesawat deh,” jawab Kevin membuat rekan-rekan tim yang lain menoleh ke arah pesawat Ace Team.
Sama seperti tim dua sebelumnya, mereka pun dapat menemukan kerusakan parah di badan pesawat dengan mudah. Hal itu membuat Jaden berceletuk pelan.“Tapi pesawatnya udah rusak parah.”
“Coba kita periksa ke dalem,” perintah Danny bersiap dengan senjata di tangannya. Hal itu membuat rekan tim lainnya ikut bersiaga dengan senjata mereka masing-masing. Danny memimpin timnya bergerak perlahan dan penuh waspada ke dalam pesawat.
Di belakang, Jazztin dan Haru saling menghampiri satu sama lain. Haru tampak cemas dan bertanya pada kembarannya itu. “Lo gapapa, kan?” Jazztin mengangguk, mengiyakannya.
Di bawah pimpinan Danny, keenam astronot yang tersisa masuk ke dalam pesawat. Mereka saling menjaga satu sama lain. Arthur dan Kevin bersiaga di belakang sedangkan si kembar, Jazztin dan Haru bersiaga di sayap kanan kiri, lalu ada Jaden dan Danny yang berjalan di depan.
Keadaan di dalam pesawat terlihat gelap dan tidak ada satupun orang di dalam sana. Kerusakan yang tampak di badan pesawat rupanya memberikan kerusakan yang sama parahnya di dalam badan pesawat. Hal itu membuat Danny dan anak buahnya melangkah dengan hati-hati.
Tiba-tiba saja…
Seseorang menyerang Jazztin dari samping. Dengan hitungan detik, orang tersebut berhasil menjatuhkan senjata Jazztin, mengunci leher Jazztin dengan lengannya dan mencekiknya sembari menodongkan pistol di kepalanya.
“Jazztin!!” teriak Haru panik begitu menemukan kembarannya dalam bahaya.
Danny dan rekan tim lainnya langsung menodongkan senjata mereka ke orang yang menyerang Jazztin dan menyembunyikan wajahnya dalam kegelapan. Danny mencoba tetap tenang, ia menatap Jazztin yang tampak ketakutan setengah mati. “Tenang. Gapapa,” bisik Danny hanya menggerakkan mulutnya tanpa bersuara.
Perlahan, Danny menurunkan senjatanya perlahan. Dia pun berusaha untuk bernegosiasi dengan orang tersebut, meskipun dirinya sendiri tidak tahu siapa dan dari mana dia berasal. “Saya tidak tahu anda siapa. Tapi kami datang dengan niat baik. Kami hanya ingin mencari teman-teman kami yang hilang,” ujarnya.
“Danny?”
Semua orang tentu saja terkejut begitu mendengar orang itu menyebutkan nama Danny. Danny mengernyitkan keningnya tak paham. Hingga akhirnya, orang yang menyerang Jazztin itu keluar dari kegelapan. Barulah mereka dapat mengetahui identitas orang tersebut.
“Kyle!!”
Ketujuh astronot pun berpelukan. Sudah sebulan mereka berpisah dengan Kyle dan akhirnya mereka dapat bertemu lagi. Kabar baiknya, Kyle ditemukan dengan keadaan baik-baik saja. Hal itu membuat rekan-rekannya yang lain lega.
Tentu saja Kyle melepaskan Jazztin. Tak hanya itu, dia juga mengembilkan senjata Jazztin yang ia jatuhkan tadi sebagai permintaan maaf. “Sorry, Jaz. Gue ga kenalin lo tadi. Gue juga ga bisa liat muka kalian dengan jelas.” Jazztin mengangguk, tidak mempermasalahkannya. Meskipun dia masih ketakutan karena ia mengira mungkin ini menjadi hari terakhirnya.
“Lo gapapa, kan?” tanya Danny memastikannya. Yang bisa ia lihat, Kyle tampak baik-baik saja. Pakaian astronot masih terpakai sempurna di tubuhnya lengkap dengan senjata miliknya, meskipun di wajah Kyle terlihat beberapa luka gores.
Kyle menatap satu persatu teman-temannya penuh haru. “Gue baik-baik aja. Terus Cio ada sama yang lain,” jawabnya seraya menunjukkan jalan menuju ruangan dimana teman-teman yang lain berada.
Kevin mengernyit tak mengerti ucapan Kyle. “Yang lain?”
Pertanyaan Kevin membuat Kyle yang telah berjalan beberapa langkah di depan mereka pun terhenti. Ia kembali menoleh ke belakang. “Jun, David, Sam sama John udah disini. Sam lagi ngobatin Cio.”
Tentu saja hal itu membuat teman-temannya terkejut mendengar perkataan Kyle. Jaden seketika langsung panik. “Dia sakit?”
Kyle pun membawa keenam teman lainnya ke dalam ruangan dimana Cio dan yang lain berada. Begitu masuk, mereka dapat melihat Cio yang tengah diobati Sam di ruangan tersendiri. Cio mengalami luka bakar yang parah di lengan kanan dan kaki kirinya. Wajahnya tampak pucat.
Di samping kabar buruk dimana Cio terluka parah, kabar baiknya adalah akhirnya mereka berduabelas dapat berkumpul kembali. Mereka benar-benar terharu karena usaha mereka kemari akhirnya membuat mereka kembali bersama.
“Setelah melakukan tugas dari Mr. Yang, kita diserang sama penghuni planet sampai buat pesawat kita rusak dan ga bisa balik. Cio terluka makanya gue berusaha kirim sinyal bantuan ke Alpha Team karena gue ga bisa ngobatin dia dan gue takut dia ga bisa bertahan,” jelas Kyle menceritakan apa yang terjadi pada mereka.
David mengernyitkan keningnya begitu mendengar penjelasan Kyle. “Bentar, bentar. Ada penghuni lain di planet ini?”
Kyle mengangguk. Wajahnya seketika berubah serius. “Iya. Mereka berbahaya. Mereka bukan manusia tapi juga bukan alien, ” Ia terhenti sejenak. Kedua matanya menatap satu persatu teman-temannya seakan mengirimkan tanda peringatan.
“Mereka monster.”
Tiba-tiba Sam berteriak panik. “Guys! Oksigennya Bang Cio udah mau habis.”
Danny bergerak menghampiri Alcio dan benar saja terlihat dari status di monitor pakaian Alcio bahwa oksigennya menipis. Kyle mengacak rambutnya frustasi. “Ah, sial. Udah ga ada persediaan oksigen lagi di pesawat ini.”
Danny memeriksa tingkat oksigen miliknya dan sepertinya tidak akan bertahan lama jika mereka tidak segera bergerak. Alhasil. Danny pun segera membuat keputusan. “Kita ke pangkalan TASA sekarang.”
Jun menoleh cepat. “Lo yakin kita bisa masuk? Bukannya itu udah lama ditutup ya?”
“Pasti bisa,” jawab Danny yakin.
“Kenapa ga langsung bawa pulang aja sih?” Jazztin menggerutu protes seperti anak kecil. Padahal dia bukan yang termuda disini. John yang merupakan anggota termuda saja diam saja, menurut pada perintah kaptennya.
Danny menghela pelan. “Masih hujan meteor, Jazz. Lo ga liat gimana kita tadi hampir gagal buat mendarat. Lagipula kita belum dapet sinyal dari Alpha Team. Kalo kita udah dapet sinyal dan dapat dipastiin perjalanan kita aman, kita langsung balik. Oke?”
Mau tak mau, Jazztin pun menerimanya. Ia menghela berat. Haru sebagai kembarannya yang tahu betul akan sifat Jazztin pun merangkulnya dan menepuk pundak Jazztin pelan. “Gapapa. Tenang aja.”
Melihat pertengkaran teman-temannya, Alcio pun merasa bersalah. “Sorry, guys. Gue bikin kalian dalam bahaya,” ujarnya dengan suaranya yang lemah. Terlihat dia benar-benar kesakitan karena luka yang didapatkannya.
Jaden tersenyum menenangkan Alcio. “Engga, Cio. Kita bakal pulang abis ini, kok. Tenang aja.”
“Ayo, guys!” Danny pun bergegas. Ia berjalan lebih dahulu memimpin pasukan, disusul Jun yang memimpin di depan.
Dengan bantuan John dan Sam, tubuh Alcio dibopong dan dibawa bersama mereka menuju Pangkalan TASA yang letaknya tak jauh dari tempat pesawat ini mendarat. “Bertahan sebentar ya, bang,” ujar Sam pada Alcio. Alcio pun mengangguk.
David, Kelvin dan Arthur berada di baris paling belakang, berjaga dengan senjata mereka dari arah belakang. Sedangkan Jaden, Kyle, Haru dan Jazztin berjaga di sayap kanan dan kiri. Mereka saling melindungi satu sama lain.
Setelah berjalan sekitar tiga puluh menit, mereka pun sampai di Pangkalan TASA, sebuah bangunan yang dibangun di tengah planet asing ini dengan ukuran yang cukup besar. Ada sesuatu yang sedang diteliti oleh TASA dari planet ini sehingga menjadi alasan kenapa pangkalan ini dibuat.
Danny yang berada di baris depan mencoba masuk ke dalam pangkalan dengan memasukkan kata sandi di pintu masuk Dengan mudah, pintu pun terbuka, dikarenakan Danny pernah masuk kemari bersama dengan tim lain, untuk misi yang berbeda pula.
Begitu masuk ke dalam tempat itu, Danny segera menyalakan sistem oksigen di tempat ini. Barulah sistem tersebut dinyalakan, tempat ini dipenuhi oleh oksigen sehingga dapat melepas helm mereka. Para astronot pun dapat bernapas dengan lega, terutama Alcio yang sudah bertahan sekuat mungkin sedari tadi dengan oksigen yang minim.
“Kita akan bagi tim buat meriksa tempat ini.” Danny menoleh ke arah si kembar dan menemukan Jazztin lebih dulu memeluk lengan Haru kuat, tak ingin dipisah lagi dengan kembarannya itu. Baik Danny maupun Haru sampai menggeleng melihat kelakuan Jazztin tersebut.
“Jaden, David, Jun dan Kyle periksa sisi kanan. Haru, Jazztin, Arthur, dan Kelvin periksa sisi kiri. Sisanya cari ruang kesehatan buat Cio.” Begitu perintah diterima, mereka pun bergegas bergerak sesuai dengan perintah Danny.
Tak lama setelah berkeliling pangkalan, akhirnya mereka menemukan ruang kesehatan. Alcio dibantu Sam dan John dibaringkan ke kasur. Sam bergegas mengambil alat-alat medis untuk mengobati luka Alcio.
“John, ikut gue. Kita cari ruangan pusat kendali. Kita harus segera hubungin Alpha Team,” ajak Danny menepuk pundak John.
“Siap, Kapten.”
Sebelum pergi, Danny menoleh ke arah Sam yang tampak sibuk mengurus Alcio dan lukanya. “Sam, gue tinggal gapapa, kan? Kalo ada masalah langsung kabarin gue atau yang lain, ya.”
“Siap, Kapten,” jawab Sam di tengah kesibukannya. Dia sampai tidak menoleh ke arah Danny dan John.
Danny dan John pun pergi ke ruang pusat kendali yang letaknya tak jauh dari ruang kesehatan. Begitu sampai di ruang tersebut, Danny segera memeriksa kondisi pangkalan melalui komputer-komputer di ruang kendali, memastikan tidak ada kebocoran apapun.
Di samping itu, John mengamati sekeliling dengan berdecak pelan. “Pangkalannya keliatan masih bersih dan baru. Tapi kemana ga ada orang, ya bang?”
“Udah lama ga ada tim yang ditugasin kesini. Terakhir, Cio sama Kyle,” jawab Danny mengotak-atik komputer di depannya. Dia berusaha menghubungi Alpha Team dan mengirim sinyal pada mereka.
“Tadi Bang Kyle bilang kalo ada penghuni planet yang nyerang mereka. Apa mungkin planet ini berbahaya makanya tugas di planet ini diberhentiin?” tanya John dengan sifat keingintahuannya yang tinggi itu.
Danny tampak berpikir sejenak. “Gue juga ga tahu, John.”
John menoleh ke arah Danny, menatap kaptennya itu. “Kapten bukannya pernah kesini? Lo dulu ditugasin buat misi apa, bang?”
“Misi pencarian. Professor Choi hilang. Para atasan bilang dia lagi bikin eksperimen bahaya di planet ini, makanya kita cari. Tapi ga ada hasil. Professor Choi hilang gitu aja tanpa jejak,” jelas Danny. John pun hanya memanggut-manggut.
Setelah mencoba beberapa kali, Danny pun menyerah. “Kayaknya situasi luar masih bahaya buat balik ke Bumi. Kita juga masih belum bisa hubungin Alpha Team. Tapi kita masih punya waktu, kita tunggu sebentar lagi.”
“Kalau tetep ga bisa?”
Danny menoleh ke arah John dan berusaha memberikan kepercayaan pada anggota tim termudanya itu. Ia menepuk pundak John. “Kita coba cara lain.”
“Jaga disini, ya. Terus coba buat hubungin Alpha Team,” perintah Danny.
“Siap, Kapten.”
Setelah memberikan tugas pada John, Danny pun keluar dari ruang kendali. Di lorong, ia berpapasan dengan dua tim yang dibaginya untuk memeriksa pangkalan. “Udah diperiksa semua? Gimana hasilnya.”
“Aman,” lapor Jun, perwakilan dari tim yang memeriksa bagian kiri pangkalan.
Disusul Arthur, perwakilan dari tim yang memeriksa bagian kanan. “Aman juga, Kapten.” Danny mengangguk beberapa kali, menerima laporan mereka.
Tugas mereka belum berakhir begitu saja. Lagi-lagi, Danny membagi mereka tugas. “Jun sama Kyle temenin John disini. Gimana pun caranya kita harus coba buat hubungin Alpha Team. Haru sama Jazztin bantu jagain Alcio di ruang kesehatan. Sisanya, tetep keliling jaga pangkalan.”
Selesai membagi tugas, ia baru menyadari seseorang menghilang. “Kevin kemana?”
[]