Tentang Planet 7812 dan Penghuninya

Rumor bahwa Planet 7812 memiliki lautan berlian benar adanya. Kevin terpaku sejenak melihat lautan berlian tersebut ada di depan matanya. Berkat arahan dari Mr. Yang akhirnya dia menemukan lautan berlian yang letaknya tak jauh dari pangkalan.

Benar, dia meninggalkan pangkalan diam-diam, tanpa sepengetahuan rekan timnya dan mematikan sistem komunikasi yang terhubung dengan timnya. Tanpa sepengetahuan timnya, Kevin memiliki misi tersendiri dan bersifat rahasia, yaitu membawakan satu berlian ke bumi.

Mr. Yang sudah memperingatinya bahwa berlian itu cukup berbahaya dan harus berhati-hati ketika memegangnya. Oleh karenanya, Kevin mengambilnya dengan hati-hati. Tangannya terlindungi sarung tangan sebagai pelengkap pakaian astronotnya.

“Gue bisa kaya kalo gini caranya,” guman Kevin memandangi berlian tersebut. Berlian tersebut tidak seperti berlian pada umumnya, ukurannya lebih besar yang lebih besar dari kepalan tangan orang dewasa. Pantas saja harga jualannya sangatlah tinggi. Ia pun membungkus berlian berharga tersebut menggunakan kain sutra dan menyimpannya dengan baik bersamanya.

Sebelum teman-temannya curiga akan ketidakhadirannya, Kevin pun memutuskan untuk bergegas kembali ke pangkalan. Ia bangkit dari posisinya dan berjalan kembali ke dalam pangkalan sembari menyembunyikan berlian yang telah ia ambil.

Tiba-tiba saja, Kevin merasakan sesuatu mendatanginya dari ujung lautan sana. Dia menoleh dan kedua matanya terbelak begitu melihatnya.

“Sialan.”

Di pangkalan, tim yang berjaga di ruang kendali masih berusaha mengirim sinyal dan menghubungi pusat, meskipun hasilnya masih sama. John menghela pelan, dia rasa dia hampir menyerah. Meskipun begitu, ia tetap berusaha, sembari melihat keadaan sekeliling planet menggunakan kamera pendeteksi yang terpasang di menara atas pangkalan.

“Kyle,” Jun menoleh ke Kyle yang duduk di sampingnya, yang sibuk mengotak-atik monitor di hadapannya itu.

“Hm?”

Sedari tadi, Jun kepikiran dengan perkataan Kyle di pesawat. Oleh karenanya, ia pun bertanya. “Lo tadi di pesawat bilang ada penghuni planet ini, kan? Terus maksud lo yang monster itu apaan?”

Pertanyaan Jun membuat Kyle terdiam. Ia menghela pelan, sebelum akhirnya menjawabnya. “Ini ulah Professor Choi.”

Begitu nama Professor Choi disebut, Danny yang sedari tadi sibuk dengan pekerjaannya pun menoleh. Alhasil, ia jadi ikut menyimak cerita Kyle karena dia pun masih penasaran dengan sosok Professor Choi.

“Ada lautan berlian ga jauh dari pangkalan. Professor Choi adalah orang pertama yang nemuin itu. Setelahnya ada banyak astronot yang berbondong-bondong dateng ke planet ini cuma buat ambil berlian itu. Karena kalo dijual di bumi, harganya bisa beli satu negara. Professor Choi marah karena dia merasa lautan itu punya dia dan akhirnya dia buat eksperimen dimana melapisi lautan berlian itu dengan cairan berbahaya.”

Kening Jun mengernyit, tak mengerti. “Cairan berbahaya?”

“Gue ga tahu cairan apa pastinya. Tapi cairan itu bisa bikin orang yang nyentuh berlian jadi monster,” jawab Kyle dengan wajahnya yang serius itu.

“Lo pernah liat wujud monsternya?” tanya Jun masih penasaran. Kyle mengangguk. Tentu saja dia pernah melihat wujudnya, karena Kyle dan Alcio hampir mati karena diserang mereka.

“Posturnya sama kaya manusia. Bentuk tubuhnya milik alien dan kulitnya berwarna ungu. Tangannya mirip tentakel yang bisa memanjang dan tajam banget. Mereka bisa bernapas di planet ini tanpa oksigen,” jelasnya.

Kyle mengangkat pandangannya, menatap Jun serius. “Dan penghuni-penghuni di planet ini adalah orang-orang serakah yang ingin kaya dari berlian itu. Termasuk, Professor Choi.”

Bukan hanya Jun yang terkejut, namun Danny yang mendengarnya pun ikut terkejut. “Jadi maksud lo, Professor Choi berubah jadi monster juga?” tanya Danny setengah tak percaya.

Kyle menganggukkan kepalanya. “Karena dia cuma mau melindungi berlian-berliannya aja. Dia ga akan biarin orang-orang dari bumi dateng buat ambil berlian itu.”

Mendengar cerita Kyle, suasana berubah menjadi serius dan tegang. Fakta bahwa ada makhluk berbahaya di planet ini membuat mereka cemas, terlebih Danny. Ia yakin anggota tim lainnya pasti akan panik jika tahu hal ini.

Kyle berdeham pelan, berusaha mengembalikan situasi kembali. “Tapi gue yakin kok guys, selama kita ga sentuh berlian itu, mereka pasti ga bakal nyerang kita.”

“Kapten! Liat ini!” teriak John tiba-tiba, mengejutkan Danny, Jun dan Kyle. Sedari tadi, John tidak fokus ke pembicaraan ketiganya karena sibuk memeriksa sisi planet dan menemukan sesuatu yang mengejutkan.

“Hah? Apaan tuh?” Jun mengernyit menemukan benda besar di sisi planet.

“Kayak meteor ga sih?” tanya Kyle memastikan.

Kening Danny mengernyit. “Meteor buatan?”

Jun berdecak pelan. “Tapi siapa anjir yang buat meteor buatan di planet ini?”

Dengan serempak, Danny, Jun dan Kyle saling bertatapan satu sama lain dan menyebut satu nama bersamaan. “Professor Choi!”

Meskipun begitu, Jun masih saja tidak mengerti. “Tapi kenapa dia buat meteor juga di sini?”

Tiba-tiba, sebuah sinyal bahaya masuk ke dalam monitor sistem komunikasi di pakaian mereka. Sinyal tersebut dikirimkan oleh Kevin. Hal itu mengundang rekan-rekan tim lainnya langsung berlari dan berkumpul di ruang kendali.

“Kevin dalam bahaya!” teriak David begitu masuk ke dalam ruang kendala.

Arthur ikut berbicara. “Dia ada di luar pangkalan sekarang, Kapten.”

Danny mencoba melacak posisi Kevin melalui monitor di lengan pakaiannya. “Dia menuju kesini. Kita keluar sekarang!” teriaknya memberi perintah. Satu perintah dari Danny seketika membuat rekan timnya bergerak dengan senjata mereka.

Sebelum berlari bersama yang lain, Danny pun mengutus dua orang untuk berjaga. “John dan Sam tetap disini! Sam tetap jaga Cio!”

“Siap, Kapten!” jawab John dan Sam bersamaan.

Delapan astronot sudah siap dengan senjata mereka. Tak lupa mereka harus memakai helm mereka kembali karena pintu pangkalan akan dibuka untuk menyelamatkan Kevin yang dalam bahaya di luar sana. Mereka berdiri di belakang pintu, menunggu perintah lanjutan dari kapten mereka.

“Kayaknya Kevin dikejar sesuatu,” guman Jaden ketika memeriksa posisi Kevin. Ada makhluk lain yang terdeteksi di monitor dan mengejar Kevin.

“Jangan-jangan bener ada monster di planet ini,” celetuk Jazztin berubah cemas. Jun, Kyle dan Danny yang mendengarnya hanya terdiam. Situasi seperti ini tidak cocok untuk menceritakan perihal monster-monster itu.

“Kevin ada di jarak 100 meter!” seru Haru melaporkan posisi Kevin.

“Bersiap di posisi masing-masing, guys!” Danny memberi perintah. Jun, Arthur, Jazztin dan Kyle seketika berlutut di barisan depan, siap dengan senjata mereka. Sedangkan Danny, Haru, David dan Jaden berdiri di barisan belakang, juga bersiap dengan senjata.

Danny memberikan anggukan kecil pada David, memberi perintah berbentuk isyarat untuk membuka pintu pangkalan. David pun menemukan tombol yang kemudian membuat pintu terbuka pelahan.

Pintu dibuka.

Selain Kyle yang belum pernah melihat wujud monster alien itu terkejut begitu menemukan betapa mengerikannya wujud mereka. Haru mengumpat perlahan. “What the hell, makhluk apaan mereka?”

Wujud mereka persis seperti yang Kyle ceritakan. Mereka berlari dengan cepat layaknya manusia berlari di bumi, sedangkan Kevin kesulitan melarikan diri karena tidak adanya gravitasi. Belum lagi tentakel monster tersebut yang memanjang beberapa kali, siap menyerang Kevin dari belakang.

“Tembak!” seru Danny memberi perintah. Dengan senjata mereka, kedelapan astronot mulai menembaki monster-monster yang mengejar Kevin. Senapan mereka bukanlah senapan biasa, namun senapan yang sudah didesain khusus untuk keselamatan luar angkasa.

Suara tembakan terus terdengar. Mereka terus menembaki monster-monster, di posisi masing-masing. Tiba-tiba, Jazztin kehabisan pelurunya dan mengumpat kesal. “Aish, sialan!”

Dengan cepat, Haru menggantikan posisi Jazztin di depan dan mengambil alih menembaki monster-monster tersebut dengan cepat.

Di tengah pertempuran mereka, ada David yang menembak di posisi terdekat dengan tombol pintu. Arthur menghentikan tembakannya. Dia bergerak maju, menjulurkan tangan siap menarik Kevin masuk ke dalam. “Kevin!”

Kevin mengerahkan segala kekuatannya untuk berlari lebih cepat dan meraih tangan Arthur. Detik berikutnya, Arthur segera menarik Kevin masuk ke dalam, keduanya jatuh bersamaan ke lantai. David pun langsung menutup kembali pintu pangkalan.

Pintu ditutup.

Begitu pintu tertutup, monster-monster yang tersisa itu berhenti di depan pangkalan dan pergi begitu saja. “Mereka langsung pergi,” lapor Jaden melihat monitornya.

Setelah situasi aman, mereka pun kembali membuka helm mereka. Napas mereka terengah-engah. Pertempuran barusan benar-benar mengerikan. Terlebih monster-monster tersebut yang berjumlah lebih banyak dari timnya, membuat situasi semakin mengerikan.

“Lo gapapa, Vin?” tanya Arthur bangkit dan menjulurkan tangannya untuk membantu sahabatnya itu berdiri.

Barang yang dibawa Kevin ikut jatuh bersamanya dan Jun lah yang menemukan itu. Melihat bentuk benda itu, Jun langsung tahu dari mana saja Kevin tadi. Tiba-tiba, dia memojokkan Kevin ke tembok dan mencengkram kerah pakaiannya. “Anjing! Lo pergi ke lautan berlian?!”

Sontak, seluruh perhatian tertuju pada Kevin. Danny menatap Kevin tak percaya. “Lo ngapain kesana? Dan kenapa lo ambil berlian itu?”

Kevin melepaskan cengkraman Jun dengan kasar. “Gue diperintahin sama Mr. Yang. Dia bilang bakal naikin gaji gue tiga kali lipat kalo gue berhasil ambil berlian itu. Gue cuma mau kaya, anjir!” teriaknya dengan jujur meskipun dengan emosi.

“Berlian itu bahaya, Bang!” teriak Kyle panik.

Danny benar-benar tak percaya Kevin melakukan itu. Dia menatap Kevin dengan tatapan terkhianati. “Lo lakuin itu karena gaji?”

Kevin menoleh ke arah Danny. Kemudian ia tersenyum sinis. “Bukan cuma gue doang, kan? Lo juga, Kapten.”

Perkataan Kevin membuat semua orang menoleh ke arah kapten mereka. Sedangkan yang dituduh tampak kebingungan.

“Dari awal lo tahu kalo ada monster aneh itu disini, kan? Tapi lo tetep jalanin misi ini dan bawa kita semua. Lo mau kita semua mati disini!!” teriak Kevin penuh emosi. Hal itu tentu saja membuat teman-teman lain terkejut.

“Lo ngomong apa, anjing!” Danny terpancing emosi dan langsung menarik kerah Kevin dengan kasar. “Gue cuma mau Kyle sama Cio pulang sama kita!”

Lagi-lagi, Kevin tersenyum sinis. “Yakin? Bukan karena lo mau dipromosiin jadi Kapten Tim Khusus? Gue udah denger, lo bakal ninggalin Jikjin Team dan dipromosiin ke jabatan yang lebih tinggi. Iya, kan?”

Anggota tim lain mulai menatap Danny dengan tatapan kecewa setelah mendengar ucapan Kevin. Kapten yang selama ini mereka percaya nyatanya pada akhirnya akan meninggalkan mereka dan membawa mereka ke misi berbahaya ini.

Danny melepas cengkraman kerah Kevin dan menatap anggota lain. “Gue ga pernah mikirin jabatan gue. Gue cuma mau tim kita balik berduabelas lagi,” ujarnya berharap mereka mempercayai ucapannya.

“Udah! Kita harus balikin berlian itu sekarang!” Kyle mengambil berlian tersebut dengan hati-hati dan memakai sarung tangannya.

“Apaan anjing! Ini punya gue!” Kevin tidak terima berliannya diambil dan langsung merebutnya menggunakan satu tangan yang memakai sarung tangan itu.

Tak hanya Kevin, Kyle pun tetap ngotot merebutnya, mencoba memperbaiki situasi yang mulai kacau ini. “Bang! Kita semua dalam bahaya kalo ambil berlian itu!” teriaknya merebutnya dari tangan Kevin.

“Tapi ini punya gue!” Kevin benar-benar tak mau melepaskan berliannya.

Hingga di tengah perebutan berlian itu, Kevin tidak sengaja mengambil berlian tersebut dengan tangan kosong tanpa sarung tangan. “Argh!” teriaknya seketika merasakan sakit di pergelangan tangannya dan menjatuhkan berlian di tangan.

“Kevin!” Yang lain berteriak panik begitu Kevin berteriak kesakitan. Mereka sama-sama melihat bagaimana tangan kiri Kevin berubah warna menjadi ungu mulai dari jari-jari tangannya.

Tiba-tiba saja, Jaden mengeluarkan pedang berukuran sebagai senjata cadangan mereka dan memotong pergelangan tangan Kevin begitu saja. Tentunya hal itu mengejutkan semua orang, terlebih ketika darah segar mengucur deras dari tangan Kevin.

“ARGHH!!” Kevin semakin berteriak kesakitan setelah kehilangan tangan kirinya.

Fuck, Jaden!” Jun mendorong Jaden kasar. “Anjing! Lo ngapain?!”

Tatapan Jaden tampak kalut namun dia masih dapat menjawab dengan jelas. “Kita ga bisa biarin dia berubah jadi monster kaya mereka!”

“Gue udah denger ceritanya. Kalo monster-monster itu aslinya manusia yang berubah karena keserakahan mereka, kan? Terus gimana bisa kita biarin Kevin berubah kayak mereka, Jun?!” teriaknya terpancing emosi.

“Gila lo!” balas Jun ikut berteriak.

Dengan panik, Arthur dan Haru langsung membantu Kevin berdiri dan membawanya ke ruang kesehatan. Arthur memanggil Sam dengan panik melihat sahabatnya terluka parah seperti itu. “Sam!”

“Bang Kevin!” Sam yang tak tahu apa yang terjadi pun terkejut melihat keadaan Kevin.

“Argh.. Tangan gue..” Kevin terus mengerang kesakitan dan menangis begitu dibantu Arthur dibaringkan ke kasur sebelah Alcio berbaring. Dengan cepat, Sam langsung melakukan pertolongan pertama dan sebisa mungkin menghentikan pendarahan.

Yang lain berdiri di luar ruang kesehatan. Jun menarik rambutnya frustasi. Situasinya benar-benar kacau. “Kita harus gimana, sekarang?”

Belum selesai dengan situasi seperti ini, tiba-tiba saja John berteriak dari ruang kendali. “Kapten!”

Danny bersama yang lain langsung berlari ke ruang kendali dan menghampiri John di depan monitor. John menunjukkan pada mereka bahwa ada makhluk yang bergerak menyerbu pangkalan. Tidak lain tidak bukan adalah monster-monster tadi.

“Sial,” umpat Danny semakin frustasi.

Selain Danny, tentunya ada anggota lain yang sama-sama frustasi, panik dan cemas di satu waktu. Jun menghela pelan. “Mereka dateng nyerang pangkalan dan jumlahnya makin banyak. Kita bakalan tetep disini?” tanyanya pada Danny.

Sam berlari ke arah mereka dan melapor pada Danny dengan wajah paniknya. “Kapten, kita harus bawa Bang Kelvin pulang ke bumi. Kalo engga, dia bakal kehabisan darah disini.”

Mengambil keputusan bukanlah sebuah hal yang mudah. Danny sebagai kapten harus mengambil keputusan tanpa membahayakan rekan timnya. Ia memutar otaknya, mempertimbangkan Kevin yang bisa saja mati karena kehabisan darah dan Alcio yang juga terluka parah.

“Kita pulang sekarang.”

David terkejut mendengar keputusan kaptennya itu. “Terus gimana sama hujan meteornya?”

“Kita bisa coba hindarin hujan meteornya. Yang terpenting sekarang adalah pergi dari sini. Kita harus pulang,” ujar Danny tegas. Sisi kepemimpinannya terlihat sangat jelas di situasi-situasi seperti ini.

Seperti biasa, Danny pun membagi tugas timnya. “Kita bagi tim. John dan Sam bantu bawa Kevin sama Cio. Gue sama David pimpin barisan di depan. Haru sama Jazztin di sayap kanan. Jaden sama Arthur di sayap kiri. Jun sama Kyle di barisan belakang. Kita harus balik ke pesawat dan pulang.”

Tidak ada balasan dari teman-teman satu timnya, hanya Sam dan John yang mengangguk paham. Danny menjulurkan tangannya, mengajak mereka berteriak slogan sebelum melakukan misi terbilang berbahaya ini.

Sayangnya, teman-temannya malah diam di tempat. John dan Sam yang tak mengerti apa yang terjadi disini sampai kebingungan. Danny menghela pelan, dia tahu teman-temannya pasti kecewa padanya karena tuduhan Kevin tadi.

Guys, gue beneran ga ada pikiran buat ninggalin tim ini cuma karena jabatan. Gue cuma mau kita tetep jadi satu tim, berduabelas dan pulang ke bumi. Ada keluarga yang nungguin kita pulang, yakan?” tanya Danny menatap satu persatu anggota timnya dengan tulus.

Bagi Danny, hanya Jikjin Team lah yang membuatnya merasa berada di sebuah keluarga. Jikjin Team bukan hanya tim dimana tempatnya bekerja, tetapi mereka menjadi keluarga keduanya.

Akhirnya, satu persatu dari mereka pun menumpuk tangan mereka di atas tangan Danny. Hal itu membuat Danny bersyukur karena masih diberi kepercayaan sebagai kapten. Bersama dengan sepuluh anggota tersisa, Danny pun memimpin slogan. “Jikjin Team!”

Twelve or nothing!”

[]