Pulang
Kesepuluh astronot bersiap-siap. Mereka memakai perlengkapan mereka dengan lengkap dan mengisi imunisi senjata mereka, serta memastikan mereka memiliki banyak peluru untuk melawan para monster ungu. John dan Sam membantu Kevin dan Alcio memakai peralatan mereka.
Tak lupa Danny meninggalkan pesan pada Alpha Team dan melaporkan bahwa mereka akan segera kembali ke bumi.
Anggota tim lainnya sudah berjalan menuju pintu pangkalan, meninggalkan Danny di ruang kendali, mematikan sistem di sana dan menekan tombol darurat yang hanya diketahui olehnya. Begitu tombol darurat diaktifkan, lampu-lampu di dalam pangkalan mulai berkedip-kedip. Barulah Danny berlari menyusul teman-temannya.
“Sistem darurat diaktifkan. Tinggalkan pangkalan dalam 10 menit. Persiapan ledakan dalam 10 menit dimulai. 600, 599, 598…“
“Maksudnya ledakan apa, Kapten?” David tidak mengerti dengan rencana yang diambil oleh kaptennya itu.
“Kita harus hancurin planet ini. Apa yang ada disini terlalu bahaya,” jawab Danny mengenakan helmnya dan bersiap dengan senjata seperti anggota tim lainnya. “Bersiap di posisi masing-masing!”
“Pintu dibuka.“
Pintu pun terbuka. Dengan formasi yang telah diatur oleh Danny, Jikjin Team pun bergegas keluar dari pangkalan, mengingat waktu mereka hanya sepuluh menit sebelum ledakan dari dalam pangkalan terjadi.
Baru berjalan ratusan meter keluar dari pangkalan. Rombongan monster terlihat menyerbu ke arah mereka. “Mereka datang!” teriak David di barisan depan.
“Tembak!” Danny memberi perintah dan pertempuran di mulai. Dengan senjata yang mereka miliki, mereka pun menembaki monster yang berdatangan ke arah mereka, sembari terus berjalan ke arah pesawat mereka.
“Sialan. Kenapa jumlah mereka banyak banget?!” umpat Jun nyaris kewalahan menembaki monster di hadapannya yang tak ada habisnya itu.
Tiba-tiba ledakan pun terjadi.
Planet 7812 bergetar hebat. Ledakan dari pangkalan berhasil menyebabkan gempa. Tak hanya itu perlahan daratan planet 7812 mulai terbelah. Danny kembali berteriak memimpin mereka. “Lari!!”
Mereka pun mempercepat langkah mereka berlari sembari menembaki monster-monster yang mendekat, saling melindungi satu sama lain dengan senjata mereka.
“Argh!” Teriakan Jazztin tiba-tiba terdengar. Apesnya, kaki Jazztin ditarik oleh salah satu tentakel monster ungu itu dan membuatnya terjatuh.
“Jazztin!” Haru dengan sigap berlari ke arahnya. Sayangnya, hal itu malah membuatnya terkena serangan si monster ungu. Tentakel monster menusuk dada Haru dari belakang dan membuat Haru mengeluarkan darah dari mulutnya. “Argh..”
“Haru!!” Jazztin panik melihat Haru terkena serangan monster.
“L-lari, Jaz.. Lari!” Dengan kekuatannya yang tersisa, Haru mendorong Jazztin menjauh darinya. Sayangnya, melihat kembarannya sekarat di hadapannya membuat Jazztin membeku kehilangan fokusnya dan menangis.
“Haru..” Jazztin terus menangis di balik helmnya. Ia memegang erat kedua lengan kembarannya itu tak ingin kehilangan Haru.
Danny datang dan menarik paksa Jazztin untuk tetap berlari bersama rombongan tim lainnya. “Jazztin! Ayo!” teriaknya terus menarik Jazztin yang agak sulit meninggalkan Haru begitu saja. Pada akhirnya, Jazztin pun bangkit dan berlari bersama Danny.
Tubuh Haru tergeletak begitu saja kehilangan nyawanya setelah terkena serangan monster itu. Jazztin masih menangis, tak kuasa menahan kesedihannya tapi dia harus terus berlari bersama yang lain.
Beberapa kali beberapa anggota terjatuh karena guncangan hebat dataran planet karena ledakan tersebut. Sebagian planet telah hancur dan ikut mengejar mereka, selain monster-monster ungu itu.
Danny bersama 10 anggota tersisa terus berlari menuju pesawat mereka. Kyle yang berada di barisan belakang sengaja memperlambat larinya. Dia mengerahkan segala kekuatannya untuk membunuh monster-monster yang mendekat. “Sialan. Banyak banget lagi!”
“Kyle! Ayo!!” teriak Danny mundur dan menarik Kyle.
Sayangnya, Kyle malah menepis tangannya dan masih fokus menembaki monster-monster yang mengarah di depannya. “Lo pergi aja sama yang lain!”
“Lo gila! Ga mungkin gue ninggalin lo!”
“Pergi, Kapten!” teriak Kyle menoleh ke arah Danny.
“Kyle..”
Kedua mata Kyle sudah berair. Sekuat mungkin dia menahan air matanya, masih berusaha menembaki monster-monster itu. “Sorry. Ini semua salah gue. Seharusnya gue ga ngirim sinyal ke kalian. Kalian semua dalam bahaya karena gue. Haru tewas juga karena gue. Sorry,” ujar Kyle penuh penyesalan.
Danny menggeleng, menyanggahnya. “Engga. Ini bukan salah lo. Ayo!” teriak Danny terus memaksa Kyle pergi dengannya.
“Lo harus bawa yang lain pulang, Kapten,” pinta Kyle menatap Danny dengan tatapan putus asa.
Mau tak mau akhirnya, Danny meninggalkan Kyle, menyusul yang lain lebih dulu. “Lo harus nyusul kita! Oke?” teriak Danny seraya berlari dan menembaki monster-monster yang datang mendekat dari arah lain.
Melihat Danny yang sudah berlari dengan rombongan tim lainnya, Kyle pun memfokuskan diri untuk membunuh semua monster-monster ini, melindungi anggota timnya. “Mati semua lo, bajingan!!” teriak Kyle meluapkan emosinya, menembaki semua monster dengan satu-satunya senjata yang ia miliki.
Meskipun begitu, keberuntungan tidak berpihak padanya. Tiba-tiba saja, pelurunya habis di tengah jalan. Kyle mengumpat sembari mengisi peluru dengan cepat. Sayangnya, serangan para monster tersebut lebih cepat dibanding pergerakannya.
Dua tentakel langsung menusuk dada Kyle sampai menembus ke belakang. Tubuh Kyle pun ambruk begitu mulutnya mengeluarkan darah dan dadanya terluka parah karena tepat sasaran mengenai jantungnya.
Kyle pun gugur, menyusul Haru, bukan menyusul teman-temannya yang lain.
Akhirnya anggota tim lainnya telah sampai di pesawat. Jaden membantu John membawa Kevin masuk ke dalam pesawat, disusul anggota lainnya. Danny menghentikan langkahnya, ia menoleh ke belakang, menunggu kedatangan Kyle. “Kyle?”
Sayangnya, sosok Kyle sudah tak terlihat lagi di belakang. Danny tidak ingin menerima kenyataan bahwa sudah ada dua anggota timnya yang gugur. Dia berharap Kyle bertahan dan menyusulnya, namun Kyle tak kunjung terlihat padahal guncangan di planet ini semakin besar.
“Kapten! Ayo!!” teriak Jun membuyarkan lamunannya. Semua astronot yang tersisa sudah masuk ke dalam pesawat, hanya dia lah yang tertinggal.
Dengan berat hati, Danny menyusul masuk ke dalam pesawat. Dengan bantuan, Jun dan David, mereka menutup pintu pesawat. “Sial! Pintunya ga bisa ditutup!” teriak David panik, terlebih mesin sudah menyala. Jika pintu tidak tertutup, akan berbahaya bagi para penumpang.
Secara mengejutkan, Jun membuka pintu dan melompat turun. “Jun!” teriak Danny terkejut setengah mati.
Jun menutup pintu dari dalam dan menguncinya dengan aman. Anggota lain yang melihat aksinya itu tak kuasa membiarkan Jun berada di luar pesawat, terlebih Danny. “Lo ngapain?! Buka pintunya!”
“Harus ada orang yang nutup pintunya dari luar.” Jun yang sudah tahu bahwa pintu tersebut rusak karena pendaratan darurat awal datang ke planet ini tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Ia rela mengorbankan dirinya sendiri.
Jun menatap Danny dari jendela di pintu pesawat dengan senyum sedihnya. “Sorry, gue ga bisa pulang bareng kalian.”
“Jun! Jun, jangan gila gue mohon!!” Danny berteriak di belakang pintu, berusaha mencoba membuka pintu, sayangnya Jun sudah lebih dulu menguncinya dari luar. Ia malah berbalik dan kembali menembaki monster-monster yang datang ke arahnya.
“Pesawat siap lepas landas.“
Hingga akhirnya, pesawat pun lepas landas, meninggalkan Jun yang masih bertarung dengan monster-monster itu sendirian di luar sana. Danny memukul pintu berkali-kali menyalahkan dirinya atas ketiga anggota yang telah gugur, mengutuk dirinya sendiri sebagai kapten yang buruk.
Suasana di dalam pesawat menghening. Jazztin masih menangis setelah kehilangan kembarannya. David dan Sam yang juga tak bisa menahan air matanya begitu kehilangan tiga rekan timnya itu.
“Kevin, maafin gue.” Jaden berjongkok di sisi Kevin yang terlihat pucat pasi itu. Ia meraih tangan kanan Kevin dan terasa amat dingin.
Kevin menatap Jaden perlahan, dengan kedua matanya yang layu. “Lo bener.. Gue berterima kasih ke lo karena sampai di akhir hayat gue, gue masih jadi manusia. Bukan berubah jadi monster mengerikan.”
“Bang..” Sam mendekat. Ia memeriksa kondisi tubuh Kevin melalui monitor di lengan pakaian Kevin dan menemukan kondisinya sangat menurun drastis. Dia benar-benar sekarat karena kehilangan banyak darah.
Kevin kesulitan bernapas. Ia menatap satu persatu teman-temannya yang tersisa. “Gue.. minta maaf.. Gue ga bermaksud khianatin kalian..”
Danny menghapus air matanya dan bergegas menghampiri Kevin. Diraihnya tangan kanan Kevin dan ia genggam kuat, tak mau ada anggota yang gugur lagi. “Kevin, liat gue. Gue mau lo bertahan sedikit lagi. Oke?”
Bukannya menjawab, Kevin malah menatap Danny dengan tatapan bersalah. “Kapten.. Maafin gue.. karena udah nuduh lo.. yang engga-engga..”
Kepala Danny mengangguk dengan cepat. “Iya, gue tahu. Tapi gue mau lo tetep sama kita. Oke? Gue mohon, Vin.” Sebisa mungkin ia menahan air mata di pelupuknya, tetap saja usahanya gagal. Air matanya terus membanjiri pipinya.
“Maafin gue..”
Detik berikutnya, Kevin memejamkan matanya dengan damai, tanpa merasa kesakitan lagi. Sam menemukan detak jantung Kevin berhenti dari layar monitor. Ia menundukkan kepalanya, tak kuasa melepaskan kepergian temannya lagi.
Bersamaan dengan kepergiaan Kevin, suara ledakan keras berasal dari Planet 7812 yang mereka tinggali. Planet itu hancur berantakan menjadi potongan-potongan kecil. Hal itu menyebabkan pesawat sedikit mengalami guncangan.
Empat anggota telah gugur, menyisakan delapan anggota yang tidak bisa melakukan apapun selain menangisi empat anggota tersebut. Danny tak berhenti menyalahkan dirinya sendiri atas hal ini.
“Kapten..” John yang memegang penuh kendali pesawat memanggil Danny di tengah suasana berduka itu. Danny menghapus air matanya dan mendekati John di kursi pilot.
John menunjukkan monitor yang memantau kondisi sekitar dan menemukan meteor yang ditemukan di Planet 7812 dilepaskan. “Meteor buatannya berhasil dilepasin dan itu mengarah ke bumi. Kita harus gimana?”
Danny kembali memutar otaknya. Ia membalikkan tubuhnya, menatap satu persatu anggota timnya yang masih dalam keadaan berduka itu. Danny menundukkan kepalanya, merasa bersalah. “Guys, maafin gue.”
Tiba-tiba saja Danny memutar stir pesawat dan ke arah meteor itu melaju, senjaga menabrakkan pesawat pada meteor tersebut. Sebuah tabrakan besar antara pesawat luar angkasa Jikjin Team dan meteor buatan tersebut tak bisa dihindari.
BAAAAAMMMMM!!
[]