Hari Bahagia
Keributan di indekos akhirnya dapat ditinggalkan. Abian dan Jarvis berangkat ke kampus untuk mengikuti acara wisuda mereka, bersama dua pengawal setia yang sudah ribut sendiri sejak pagi datang, Haidan dan Januar.
Di kampus mereka sudah memiliki gedung untuk acara-acara resmi kampus seperti wisuda, sehingga mereka tidak perlu menyewa gedung lain di luar kampus. Teman-teman seangkatan Abian dan Jarvis sudah masuk terlebih dahulu.
Memang pada dasarnya, Abian dan Jarvis bukan morning person, jadi mereka kesulitan bangun dan bangun sepuluh menit sebelum acara dimulai. Untungnya, mereka laki-laki sehingga tidak membutuhkan persiapan lama seperti kaum perempuan. Mereka juga cukup memakai kemeja yang rapi dan sopan dibarengi dengan toga.
Acara wisuda sudah dimulai hampir dua jam lalu. Satu angkatan dari berbagai jurusan yang ada di Fakultas Teknik akan wisuda hari ini, alhasil acara membutuhkan lebih banyak waktu untuk selesai.
Hingga akhirnya, wisudawan dan wisudawati jurusan Teknik Sipil mendapatkan giliran untuk dipanggil dan diberikan ijazah dari rektor kampus mereka. Jarvis berdiri dari duduknya dan bersiap untuk maju ke depan.
Sampailah giliran Jarvis maju ke depan. Di atas panggung, Om Adi, papa Jarvis sudah menatap putranya satu-satunya dengan kedua mata yang berkaca-kaca dan dengan senyum lebar.
Jarvis berhenti di depan papanya. Om Adi memberikan ijazah Jarvis dan memindahkan tali toga putranya dengan hati-hati. Detik berikutnya, dia langsung memeluk putranya dengan penuh bangga.
Jujur, Jarvis terkejut begitu papanya memeluknya tiba-tiba. Lebih terkejutnya, tangan papanya mengusap punggungnya dengan lembut dan berbisik perlahan di telinganya. “Papa bangga sama kamu, Vis. Makasih udah buat papa bangga.”
Perkataan papanya sukses membuat Jarvis menitikkan air matanya. Padahal, dia sudah berjanji pada dirinya untuk tidak menangis di hari yang membahagiakan ini, namun pertahanannya runtuh seketika merasakan kembali kehangatan yang diberikan oleh ayahnya.
Tak hanya itu, orang-orang langsung tepuk tangan mengapresiasikan kehangatan ayah dan anak yang ditampilkan di atas panggung. Kehangatan tersebut berhasil membuat orang-orang yang melihatnya ikut tersentuh.
Selepas acara wisuda berakhir, Jarvis dan Abian keluar dari gedung, menghampiri Haidan dan Januar yang menunggu di depan gedung. Mereka langsung berpelukan bersama, merayakan hari yang bahagia ini.
“Woy!! Akhirnya ST!!” seru Jarvis melompat-lompat dengan keadaan masih berpelukan bersama ketiga sahabatnya itu.
Tiba-tiba, di tengah pelukan mereka, handphone Haidan berdering. Dia pun melepaskan diri terlebih dahulu dari rangkulan teman-temannya. “Eh, bentar bang. Ada yang telfon nih.”
Rupanya, telepon tersebut adalah dari Jaffan. Jaffan melakukan video call dari Bandung setelah dikabari Haidan bahwa acara wisuda sudah berakhir. Mengetahui siapa yang menelepon, Jarvis langsung berteriak padanya. “Woy! Apan! ST nih ST!!” teriaknya sambil menunjukkan selendang wisudanya yang tertulis nama dan gelar sarjananya.
Jaffan terlihat tertawa bahagia di layar handphone Haidan. [Hahaha! Sombong bener yang baru wisuda buset!]
“Ga asik banget lo kita lagi wisuda malah ga ada,” ujar Jarvis berdecak kesal. Tentu saja bukan hanya Jarvis, namun ketiga sahabatnya yang lain ikut merasakan kekosongan Jaffan di antara mereka.
[Iya, gue tahu lo kangen gue kan bang. Tapi lo bahagia kan?] tanya Jaffan tampak bersemangat.
“Lebih bahagia kalo lo ada disini bareng kita,” celetuk Abian tiba-tiba berhasil membuat teman-temannya, terutama Jaffan yang masih dapat mendengarnya dengan sangat jelas itu ikut terkejut.
Merasa dilihat oleh teman-temannya dengan tatapan aneh, Abian langsung membalas tatapan teman-temannya itu dengan wajah datarnya. “Kenapa sih, njir?” Teman-temannya malah kembali menertawakannya.
Januar mengambil alih handphone di tangan Haidan dan berbicara pada Jaffan. “Bang, buruan ke Jakarta lagi. Ga seru ga ada lo, bang.”
Setelahnya, mereka berempat sibuk berbicara banyak hal dengan Jaffan. Mungkin sosok Jaffan tidak bersama mereka, namun mereka masih bisa merayakan hari bahagia ini dengan tetap berlima.
Karena sama seperti apa yang dikatakan oleh Abian bahwa akan terasa lebih bahagia jika mereka bersama-sama merayakannya.
[]