Berakhir

Langit mulai terlihat menggelap begitu Abian dan Gina masuk ke sebuah restoran tempat dimana mereka akan mengisi perut setelah menghabiskan waktu seharian berjalan-jalan dan mengunjungi tempat indah bersama.

Seharian ini mereka sudah pergi ke dua museum sekaligus, kemudian mengelilingi bazar kuliner di taman kota dan jalan-jalan mengelilingi kota menggunakan motor vespa kesayangan Abian. Hal yang sederhana namun bisa menciptakan kenangan indah untuk keduanya.

Setelah selesai memesan makanan, Gina menatap ke arah Abian yang tampak kelelahan. Mungkin karena efek berjuang melawan skripsi hingga akhirnya berhasil menyelesaikannya. Gina tersenyum melihat wajah Abian yang tetap tampan bagaimanapun juga.

Abian yang sedari tadi melihat handphonenya, membalas beberapa pesan dari adiknya, mengangkat kepalanya perlahan. Dia menatap Gina kebingungan. “Kenapa senyum?”

“Kak Abi kenapa ganteng terus sih?” tanya Gina secara gamblang. Dia tidak pernah malu untuk berkata jujur di depan Abian. Hal itu yang membuat Abian merasa bahwa Gina adalah gadis yang cukup menggemaskan. Abian hanya menggeleng pelan, tak menjawabnya.

Akhirnya, Gina mengangkat pembicaraan lainnya. “Gimana wisudanya, kak? Udah dapet jadwal?” tanya Gina memainkan vas bunga di depan mereka, yang menjadi penghalang antara keduanya.

Kepala Abian mengangguk pelan. “Minggu depan. Besok pas aku wisuda kamu dateng kan?” tanya Abian menatap Gina penuh harap.

Sayangnya, Gina tak menjawabnya. Dia menurunkan tatapannya, tak berani membalas tatapan Abian. Bahkan raut wajahnya juga berubah serius begitu Abian menanyakan hal itu padanya. Hingga Abian merasa ada yang janggal dengan gadis di depannya.

“Kenapa, Na?” tanya Abian dengan suaranya yang rendah dan menatap Gina lembut.

Gina menarik napas sejenak sebelum memberanikan diri mengangkat pandangannya dan menatap lelaki yang berhasil membuatnya jatuh cinta berkali-kali itu. “Sebenernya ada yang mau aku bicarain sama Kak Abi.”

Abian mengangguk. “Iya. Kamu mau bicarain apa?” tanyanya. Dia sudah tahu jikalau ada yang ingin dibicarakan Gina karena dia sudah memberitahunya semalam sebelum bertemu hari ini.

“Aku bakal ikut pertukaran pelajar kak dan minggu depan aku udah berangkat ke Jepang buat ikut pertukaran pelajar itu. Jadi maaf banget aku ga bisa dateng ke wisuda Kak Abi,” ujar Gina menatap Abian dengan tatapan sedih.

“Gapapa. Aku juga seneng banget denger kabar baiknya.” Abian tersenyum manis, tidak ada kekecewaan yang ditunjukkan di raut wajahnya meskipun dia merasa sedih karena tidak ada sosok gadis yang spesial untuknya di hari wisudanya.

“Terus kita gimana, kak?”

Abian mengernyitkan keningnya tipis, tak mengerti dengan pertanyaan Gina yang tiba-tiba tersebut. “Maksudnya?”

Untuk kedua kalinya, Gina menundukkan kepalanya, menghindari tatapan mata Abian kembali. Dia bertanya dengan suara yang semakin melirih. “Apa perasaan kita bakal tetep sama meskipun kita jauh?”

Abian tidak langsung menjawabnya. Dia menatap gadis di depannya itu dengan lembut. Tidak pernah terlintas di benak Abian untuk menyakiti hati gadis itu, karena sosok Gina cukup berharga di hidupnya.

“Kamu maunya gimana?” tanya Abian membalikkan pertanyaan, jujur dia pun tidak tahu harus menjawab bagaimana.

Gina mengangkat kepalanya pelan dan menatap penuh harap ke kedua bola mata Abian yang juga menatapnya lembut. “Aku mau seengaknya kita punya hubungan yang jelas kak. Aku mau kita pacaran dengan begitu aku bakal tenang ninggalin kakak ke Jepang,” ujarnya.

Raut wajah Abian tampak berubah sedikit demi sedikit. Kali ini, Abian yang menundukkan kepalanya. “Maaf, Na. Aku belum bisa.”

Tidak perlu berbohong, bahkan dari wajah Gina terlihat bahwa gadis itu tentu saja kecewa dengan jawaban Abian, terlebih mereka sudah melewatkan banyak hal bersama sampai detik ini. “Aku kira Kak Abi suka sama aku,” ujarnya dengan nada kecewa.

Abian menganggukkan kepalanya beberapa kali, membenarkannya. “Aku suka sama kamu. Aku sayang sama kamu, lebih dari seorang temen.” Sayangnya jawaban Abian tidak lah berubah. “Tapi aku belum bisa.”

Gina menghela napas pelan. “Karena orang tua kakak?”

Kepala Abian mengangguk perlahan. Dia mengangkat pandangannya dan menatap Gina dengan dalam. “Lihat gimana orang tua aku pisah. Jujur, aku belum bisa memulai sebuah hubungan sama orang lain. Jadi maaf, Na.”

Butuh beberapa saat untuk Gina menerima jawaban Abian. Dia kembali menghembuskan napasnya dan menunduk. “Aku juga udah tebak pasti bakal gini akhirnya.”

Tiba-tiba, Gina bangkit dari duduknya. Dia menatap Abian dengan senyum yang lebih dipaksakan. “Makasih buat kenangannya hari ini, kak,” ucap Gina tulus. Ucapan terima kasih itu juga menjadi ucapan perpisahan dari Gina pada Abian.

Gina pergi begitu saja setelah mengatakannya, meninggalkan Abian yang terduduk lesu di kursinya. Kedua matanya tidak bisa lepas dari kepergiaan Gina. Mereka tahu bahwa mereka sama-sama menyukai dan mencintai, tapi Abian tidak ingin dia menyakiti Gina lebih dari ini jika mereka memaksa untuk bersama ke depannya.

Abian mungkin akan menyesali hari ini, namun dia akan lebih menyesal jika dia menyakiti perasaan Gina lebih dari ini nantinya.

Mungkin ini memang jalan terbaik untuk saat ini, berpisah untuk mendewasakan diri.

#